Ketua KUPS Silvopastura Timawank Loncek, Sukarna menunjukkan peternakan babi yang dikembangkannya bersama Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan Barat dan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Teluk Bakung. ANTARA/HO-Sampan Kalbar.
Pontianak (ANTARA) – Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan Barat (Kalbar) bersama Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Teluk Bakung, Kubu Raya mengembangkan program silvopastura yang kini menjadi model ekonomi lestari berbasis hutan di provinsi setempat.
"Program yang dijalankan melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Silvopastura Timawank Loncek ini memadukan usaha peternakan babi dengan upaya menjaga kelestarian hutan," kata Sekretaris LPHD Teluk Bakung Nikosius di Sungai Ambawang, Rabu.
Dengan jumlah ternak mencapai 56 ekor pada September 2025, katanya, silvopastura menjadi alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat sekaligus mendukung pelestarian lingkungan.
Baca juga: Sintang siap jadi kabupaten ekonomi lestari berbasis kearifan lokal
Dia mengatakan silvopastura mendorong perubahan arah mata pencaharian warga. "Memang belum sepenuhnya bisa menutupi kebutuhan ekonomi keluarga, tapi ini jadi langkah awal. Harapan kami, masyarakat bisa beralih dari penebangan kayu ke usaha yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan," tuturnya.
Selain mengembangkan peternakan, LPHD bersama Sampan Kalbar juga rutin melakukan patroli hutan dua kali sebulan untuk mencegah kebakaran dan menjaga ekosistem.
"Ke depan, kami ingin manfaat program ini bisa dirasakan seluruh masyarakat di sekitar hutan desa," kata Nikosius.
Ketua KUPS Silvopastura Timawank Loncek, Sukarna menuturkan beternak babi tidak hanya memberi nilai ekonomi, tetapi juga berperan penting dalam kehidupan budaya masyarakat Dayak.
"Babi selalu dipakai dalam ritual adat. Dulu sempat habis, karena penyakit sampar, tapi berkat dukungan LPHD dan Sampan Kalbar, kami bisa memelihara lagi. Harapannya, babi ini berkembang biak dan bisa jadi sumber penghasilan sekaligus kebutuhan adat," katanya.
Program bantuan bibit babi yang digulirkan dinilai membuka kembali peluang bagi masyarakat untuk beternak, setelah sebelumnya kesulitan akibat wabah penyakit ternak.
Anggota KUPS Silvopastura, Dinatus Dino menilai beternak babi sebagai bentuk tabungan hidup yang bermanfaat jangka panjang. “Kalau semua babi saya jual, nilainya bisa belasan juta rupiah. Jadi, meski tiap minggu keluar biaya pakan, itu sama saja dengan menabung. Saat dijual, uang kembali, bahkan bisa untung,” katanya.
Baca juga: Transisi energi tanpa mengorbankan hutan Kalimantan
Baca juga: Presiden Prabowo menghadiri panen raya jagung di Kalbar
Ia menambahkan ketersediaan ternak juga membantu masyarakat memenuhi kebutuhan adat tanpa harus membeli dari luar desa. "Dari satu ekor, sekarang babi saya sudah jadi belasan. Itu bukti nyata manfaat program ini," kata dia.
Sampan Kalbar melalui pendampingan program ini, menekankan bahwa silvopastura di Teluk Bakung adalah contoh bagaimana pengelolaan hutan desa bisa memberi manfaat ekonomi, budaya, dan lingkungan sekaligus.
Jika diperluas dan dikelola konsisten, silvopastura berpotensi menjadikan Teluk Bakung sebagai model transformasi ekonomi pedesaan Kalimantan Barat dari ketergantungan pada kayu menuju kesejahteraan berbasis hutan lestari.
Pewarta: Rendra OxtoraEditor: Endang Sukarelawati Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.